Friday, February 13, 2009

BELAJAR DARI KASEPUHAN PROF. H. A. TAFSIR DAN REKAN BU HAJJAH MARIA ULFA, M.Pd

Saya mencoba seikhlas mungkin untuk tahadduts bin-ni'mah tentang kelancaran seusai ujian disertasi terbuka di Universitas Negeri Jakarta tanggal 11 Februari 2009. Ketika beberapa "kasepuhan" dan rekan-rekan menyampaikan selamat, saya menjawab "terima kasih" dan "mohon do'a untuk selanjutnya mudah-mudahan gelar doktor menjadi mashlahat". Sebetulnya saya belum memiliki gambaran tentang mashlahat-nya itu seperti apa? Setahu saya arti mashlahat dari Prof. Atjep Jazuli secara operasional adalah bermanfaat. Demikian juga rincian manfaat jadi doktor itu seperti apa? Saya masih belum punya gambaran.

Salah seorang sesepuh yang saya temui adalah Prof. H. A. Tafsir. Saat menemui beliau pagi tanggal 13 Februari 2009, saya membuka pintu ruang kerja beliau di Program Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung, dan menyampaikan salam, beliau sedang melayani konsultasi mahasiswa yang sedang menyusun tesis. Segera beliau menunjukkan muka yang sangat cerah dan berdiri dari kursinya untuk menyambut saya. Segera saya menyalami beliau, dan beliau merangkul saya sambil mengecup kening dengan penuh do'a. Saya menjadi sangat terharu.

Beberapa waktu berselang, saya sampaikan juga permohonan saya agar Prof. H. A. Tafsir berkenan mendo'akan saya agar saya lebih mashlahat. Beliau menyarankan agar saya segera menulis buku, sebab sa'at yang tepat menulis buku adalah pada waktu kita masih muda. Beliau mencontohkan dirinya sendiri, termasuk para tokoh lain yang sukses karena tulisan buku-bukunya. Kalau begitu yang disebut mashlahatnya doktor, di antaranya adalah karena karya-karya ilmu yang disebarluaskannya. Dalam hal ini kecerdasan Prof. Tafsir adalah mendo'akan dan menunjukkan cara untuk meraihnya.

Bu Hajjah Maria Ulfa, M.Pd termasuk rekan saya dari Jakarta yang selalu memberikan solusi cerdas tentang apa yang harus dilakukn. Maklum beliau ini memiliki 'terah' interprenership yang mengalir dari leluhurnya, sehingga selalu berpikir maju ke depan. Saya banyak berterima kasih atas kecerdasan yang disampaikannya. Komentarnya selalu melegakan, dan pertanyaan-pertanyaannya senantiasa menantang pikiran. "Rencana si bapak berikutnya apa?" demikian pertanyaan yang beliau sampaikan ke saya. Saya sempat bingung. Saya pikir benar juga pertanyaan itu. Lalu kira-kira apa yah… Akhirnya saya ingat lagi ke saran-saran Prof. H. A. Tafsir beberapa menit sebelumnya. Lalu saya jawab, menulis buku.

Terima kasih, dan saya bangga punya banyak sesepuh dan rekan-rekan yang memiliki kecerdasan beragam.