Tuesday, May 29, 2012

Budaya Game: Ketidakcerdasan Memanfaatkan Teknologi

Sejak saya menjadi siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) sudah sering mendengar bahwa kalangan orang-orang Barat sangat kuat dalam budaya membaca. Waktu-waktu senggang, seperti pada waktu menunggu kedatangan kendaraan yang akan mereka tumpangi, orang-orang Barat memanfaatkannya dengan membaca. Demikian pula selama mereka berada di dalam bus, kereta, atau pesawat udara senantiasa tidak lepas dari membaca. Bahkan Prof. Udin S. Winataputra menyaksikan di Australia penumpang bus yang berdiri pun bisa sambil membaca buku. Oleh karena karakter mereka demikian, maka wajar saja mereka menjadi bangsa yang maju.
Dalam pikiran saya, bangsa Indonesia semakin jauh dari budaya membaca. Dengan perkembangan teknlogi informasi yang semakin maju, malah budaya yang lebih berkembang adalah budaya main-main (games), malas, dan pemborosan waktu. Dalam beberapa kali kesempatan di bulan Mei ini, saya menemukan kasus-kasus pemalasan tersebut.
1.      Sekitar dua minggu lalu saya bertemu seorang anggota dari salah satu satuan Angkatan Bersenjata dengan pangkat Prajurit Dua sedang duduk di “smoking area” pada bus yang saya tumpangi dari Bandung menuju bandara udara Soekarno Hatta. Ia dengan serius memandangi layar Tablet yang ada di tangannya. Dalam benak saya, “wah hebat” Prajurit Dua sudah sangat melek informasi. Ternyata setelah saya menyapanya, ia sedang asyik bermain (game).
2.      Pemandangan yang amat kontras juga saya temui dalam perjalanan sore tadi.
Di tempat ruang tunggu keberangkatan pesawat di bandara udara Ngurah Rai ada satu pojok yang diduduki beberapa remaja turis asing dengan pakaian nampak “asal-asalan” asyik membaca buku, sementara itu di barisan paling depan ada ibu muda berkerudung dan berpakaian rapih yang sedang asyik juga dengan PC-Tablet. Ternyata Ibu tersebut menggunakan PC-Tabletnya untuk program game balap motor (bahkan dengan menggunakan suara).
Setelah transit di bandara udara Juanda, seorang remaja duduk di kursi depan saya sebelah kiri. Sebelum duduk, ia dengan cekatan mematikan telefon seluler dan dimasukkan ke saku tas gendongnya. Dari kantong tas tersebut, ia juga mengeluarkan nintendo, dan kesibukannya pun berganti dengan game  pertandingan tenis lapangan. Ibu jari kedua tangannya dengan penuh semangat dihentak-hentakkan ke tombol-tombol nintendo. Sesekali mengernyitkan dahi, membengkokan bibir, berujar “uh”, dan sesekali tersenyum. Setelah game berlangsung kira-kira 30 menit ia memasukan nintendo ke sakunya, meletakan kepalanya ke sandaran kursi dan tidak lama berselang ia tidur.

Dalam beberapa kesempatan saya mendengar Prof. Udin S. Winataputra berpendapat bahwa kebiasaan orang Indonesia di kendaraan adalah ngobrol dan/atau tidur.  Saya “setuju Prof.!”, memang begitu pada umumnya bangsa kita, obrolannya pun kadang-kadang nyerempet-nyerempet ke obrolan berbau “seronok”. Dengan meningkatnya kecanggihan teknologi informasi yang digunakan bangsa kita (Indonesia tercinta) malah menjadikan kita semakin tidak cerdas memanfaatkan waktu, dan tidak cerdas dalam memanfaatkan teknologi informasi untuk kemajuan pribadi dan bangsa.

Berdasarkan pengalaman tersebut, saya ajukan hipotesis “pemanfaatan kecanggihan teknologi yang tidak cerdas, mengakibatkan karakter bangsa yang  semakin buruk, dan menjadi bangsa yang tertinggal.”

Hehe.. mari kita uji hipotesis tersebut!