Monday, September 15, 2008

Index of Learning Theories and Models at Learning Theories

Index of Learning Theories and Models at Learning Theories

Monday, July 28, 2008

MENANTI SETITIK HARAPAN DARI SEKOLAH DASAR DAN MADRASAH IBTIDAIYAH (SD/MI)

Oleh Asep Nursobah


Saya kaget, dan bercampur rasa marah yang tertahan. Anak saya sepulang sekolah untuk pertama kalinya belajar Bahasa Inggris di kelas 1 SD mengeluh bahwa bahasa Inggris susah. Sampai-sampai selepas magrib tidak mau belajar bahasa Inggris, dengan alasan bahasa Inggris susah. Saya periksa buku tulis catatan bahasa Inggrisnya. Astagfirullah…, Innaa lillahi wa inna ilaihi raaji'un. Kok, anak yang baru masuk kelas 1 SD sudah dituntut untuk dapat menulis frase bahasa Inggris dengan tepat. Sampai-sampai guru mengoreksi ketepatan menggunakan huruf untuk menuliskan frase bahasa Inggris yang ditugaskan kepada anak. Lalu saya telepon guru kelasnya. Saya tanyakan apa yang sesungguhnya menjadi target pembelajaran bahasa Inggris di kelas 1 SD. Saya harus berkonsultasi dengan guru bahasa Inggris yang mengajar anak saya.

Kata Erikson ahli perkembangan psiko-sosial, anak SD merupakan usia pada tahap "industri", yang pada pokoknya adalah 'sense of mastery' merasa mampu, atau senang dengan pengalaman tertentu. Hampir dalam setiap kelas perkuliahan mahasiswa fakultas Tarbiyah dan Keguruan yang saya ampu, saya senantiasa mengingatkan bahwa pengalaman belajar bagi anak SD merupakan fondasi utama "pengalaman pertama yang menentukan". Misalnya, bila anak SD di awal perkenalannya dengan bahasa inggris mencapai perasaan bahwa "bahasa Inggris itu menyenangkan, mudah, dan mengasyikkan" dapat diprediksi untuk seterusnya anak akan senang dengan bahasa Inggris. Kalau sebaliknya, itulah yang bahaya. Akan sangat sulit anak untuk menyenangi bahasa Inggris. Guru SD/MI merupakan pihak pertama yang bertanggung jawab menyuguhkan "madu yang menyehatkan" atau "racun yang membahayakan" bagi perkembangan kompetensi dan/atau kepribadian anak, berkaitan dengan kemampuan baru yang dipelajari di sekolah.

Tahun ini anak saya mulai masuk di Sekolah Dasar. Jauh sebelumnya, seperti orangtua pada umumnya, saya menggunakan berbagai pertimbangan untuk "mempertaruhkan masa depan" hidup anak ke sekolah yang diperkirakan akan mampu mengarahkan potensi yang dimilikinya secara wajar.

First day school, kira-kira begitulah sebutan yang sering dilontarkan orang pada saat hari pertama sekolah dimulai terutama bagi anak yang baru masuk SD. Tanggal 14 Juli 2008 merupakan hari bersejarah bagi anak saya dan anak-anak Indonesia yang berusia 7 tahun pada umumnya. Mereka mulai "menceburkan diri ke dalam carut marut" sistem pendidikan nasional pada jalur formal dengan masuk ke jenjang SD/MI. Anak saya belum sepenuhnya bisa mandiri, ternyata masih harus ditunggui oleh ibunya di samping kelas. Hari ketiga, saya senang karena ternyata anak sudah tidak mau lagi ditunggui.

Dengan harapan untuk mengurangi carut marut itu, saya pilih salah satu SD swasta di Bandung tidak jauh dari tempat tinggal. Kata orang SD/MI negeri dan swasta di Indonesia pada umumnya, kalau dalam pelayanan kesehatan masyarakat mirip PUSKESMAS atau Rumah Sakit Umum Daerah (ya… "pada umumnya" juga). Kelangsungan sekolah-sekolah dan pelayanan kesehatan "pada umumnya" itu sangat bergantung kepada kebijakan pemerintah, terutama masalah biaya dan sarana prasarana, yang ternyata sering kali serba kurang memadai sehingga menjadi keluhan para pengelolanya, ketika tidak menunjukkan kinerja yang lebih baik. Jadi, saya pilihkan untuk anak tersebut SD swasta yang "agak mahal" dibanding SD/MI pada umumnya, dengan harapan aspek keluhan carut-marut sarana prasarana dan biaya dapat dikurangi.

Dengan adanya partisipasi biaya orang tua siswa yang agak mahal di SD swasta itu, diharapkan guru-gurunya dapat mendidik anak dengan lebih serius dan menunjukkan kinerja yang optimal, sarana prasarana terpenuhi, dan sumber belajar yang lebih baik. Tentunya kinerja guru dan sekolah berkaitan dengan tanggung jawab mendidik berdasarkan teori-teori dan prinsip-prinsip belajar dan pembelajaran yang "shohih". Kira-kira begitulah harapan saya. Anak saya tidak memiliki kecerdasan yang luar biasa, namun demikian dengan pendidikan yang bertanggung jawab diharapkan potensi anak dapat berkembang dengan optimal sehingga kelak memiliki kepribadian yang baik yang bisa dibanggakan oleh diri anak sendiri.

Saya salut dengan usaha isteri saya untuk selalu membimbing anak setiap petang (selepas Magrib sampai menjelang shalat Isya) dan pagi (selepas shalat subuh). Anak dibimbing untuk memilih, menyiapkan dan mempelajari bahan-bahan pelajaran yang akan dipelajari setiap harinya sesuai dengan jadwal yang sudah diatur oleh sekolah, dari buku-buku paket yang dibeli dari sekolah dengan lumayan mahal itu. Anak cukup senang, antusias, dan penuh semangat. Ada beberapa kendala kemalasan dan tidak percaya diri anak, namun hal itu dapat diatasi.

Saya juga sedikit-sedikit ikut melibatkan diri untuk memperhatikan apa yang dipelajari anak, serta sumber-sumber belajar yang tersedia dari sekolah itu. Suatu ketika perhatian saya tertuju pada buku mata pelajaran bahasa Inggris (bahasa Inggris kelas 1 SD yang disusun oleh guru sekolah tersebut). Bagus, banyak gambarnya, sesuai dengan keadaan anak usia kelas 1 SD, yang masih berpikir konkrit kata Piaget. Salah satunya ada gambar perempuan, dan di sebelah kanannya ada kotak penjelasan, tentang name, age, father, dan mother. Untuk keterangan age ternyata 7 (menjelaskan bahwa perempuan pada gambar tersebut berusia 7 tahun). Ada satu lagi gambar perempuan yang keterangan age-nya 8 (menerangkan bahwa gambar perempuan tersebut berusia delapan tahun). Saya tertarik untuk mengomentari kedua gambar tersebut, "kedua gambar perempuan tersebut nampak sekitar usia di atas 20 tahun". "Apa jadinya yah? Anak saya nanti bisa jadi menganggap ibunya (isteri saya) baru 7 atau 8 tahun." Ha ha ha… Asosiasi berpikir anak terhadap objek-objek konkrit, menurut Piaget, merupakan tahap berpikir untuk mencapai tingkatan berpikir yang lebih tinggi (operasional formal). Jadi kalau sampai terjadi asosiasi yang salah di usia SD, kira-kira ada kemungkinan berakibat terhadap kerancuan berpikir anak pada tahap sekolah lanjutannya. Itulah tanggung jawab pendidik dalam menentukan masa depan cara berpikir anak.

Satu, dua, tiga, dan seterusnya adalah konsep yang sangat abstrak. Satu tahun, dua tahun, tiga tahun, dan seterusnya sudah merupakan gabungan konesp bilangan dengan tahun yang sama-sama abstraknya. Bagi anak usia kelas 1 SD pada tema diri sendiri, misalnya: saya lahir tahun berapa, sekarang tahun berapa, jadi usia saya sekarang berapa tahun, semua itu makin rumit lagi. Proses berpikir seperti demikian merupakan tahap berpikir formal. Dikonkritkan? Bagaimana, yah? Menghubungkan usia dengan wajah seseorang juga agak rumit, karena hal itu tahap berpikir formal; menghubungkan konsep bilangan, tahun, dengan fakta diri seseorang. Dalam bahasa yang cukup asing, lagi! Belum waktunya buat mereka!

Banyak lagi gambar-gambar yang ada di buku bahasa Inggris kelas 1 SD tersebut, dan kolom-kolom isian di samping gambar-gambar. Saya menduga-duga, buat apa kolom isian itu? Untuk diisi oleh anak dengan menuliskan kalimat-kalimat (dalam bahasa Inggris) yang tepat sesuai dengan gambar? Kira-kira begitu yang saya duga-duga. Sewaktu anak belum sempat memulai jadwal pelajaran bahasa Inggris di SD-nya, saya berpikir mudah-mudahan dugaan saya salah. Wah, bahaya kalau dugaan itu benar. Bahaya buat anak. Anak kelas 1 SD, menulis dan membaca kalimat dalam bahasa Indonesia saja belum lancar, apalagi bahasa Inggris.

Ternyata dugaan itu benar adanya. Jadi, pertama, guru tidak memperhatikan karakteristik kemampuan awal siswa. Artinya anak baru masuk kelas 1 SD, kemampuan menulis bahasa Indonesia saja belum tuntas (bisa jadi sudah cukup sulit), apalagi menulis bahasa Inggris (makin sulit dan susah saja). Kedua, ilustrasi konsep-konsep dan fakta-fakta yang dipelajari, dalam beberapa hal tidak cocok untuk tingkat berpikir anak kelas 1 SD.

Ketiga, kompetensi kebahasaan yang dipelajari anak bukan diawali dari kemampuan menulis. Kita belajar bahasa Sunda (bagi orang Sunda) bukan dari belajar menuliskannya, tapi belajar mengucapkannya tanpa tulisan (mendengarkan dan mengucapkan). Demikian pula dalam bahasa Inggris. Perhatikan rambu-rambu kurikulum bahasa Inggris yang dimulai untuk Kelas IV SD pada lampiran Permendiknas No. 22 tahun 2006 berikut ini.


Tujuan:

  1. Mengembangkan kompetensi berkomunikasi dalam bentuk lisan
    secara terbatas untuk mengiringi tindakan (language accompanying action) dalam konteks sekolah.
  2. Memiliki kesadaran tentang hakikat dan pentingnya bahasa Inggris untuk meningkatkan daya saing bangsa dalam masyarakat global.

Tabel 1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Kelas IV, Semester 1

Standar Kompetensi

Kompetensi Dasar


Mendengarkan

  1. Memahami instruksi sangat sederhana dengan tindakan dalam konteks kelas


  1. Merespon dengan melakukan tindakan sesuai instruksi secara berterima dalam konteks kelas
  2. Merespon instruksi sangat sederhana secara verbal dalam konteks kelas


Berbicara

  1. Mengungkapkan instruksi dan informasi sangat sederhana dalam konteks kelas


  1. Bercakap-cakap untuk menyertai tindakan secara berterima yang melibatkan tindak tutur: mengenalkan diri, memberi salam/sapaan, memberi salam perpisahan, dan memberi aba-aba
  2. Bercakap-cakap untuk meminta/memberi jasa/barang secara berterima yang melibatkan tindak tutur: meminta bantuan, meminta barang, dan memberi barang
  3. Bercakap-cakap untuk meminta/memberi informasi secara berterima yang melibatkan tindak tutur: berterima kasih, meminta maaf, memberi maaf, melarang, memuji, dan mengajak
  4. Mengungkapkan kesantunan secara berterima yang melibatkan ungkapan: thank you, sorry, please, dan excuse me


Membaca

  1. Memahami tulisan bahasa Inggris sangat sederhana dalam konteks kelas


  1. Membaca nyaring dengan melafalkan alfabet dan ucapan yang tepat yang melibatkan kata, frasa, dan kalimat sangat sederhana
  2. Memahami kalimat dan pesan tertulis sangat sederhana


Menulis

  1. Mengeja dan menyalin tulisan bahasa Inggris sangat sederhana dalam konteks kelas


  1. Mengeja ujaran bahasa Inggris sangat sederhana secara tepat dan berterima dengan tanda baca yang benar yang melibatkan kata, frasa, dan kalimat sangat sederhana
  2. Menyalin tulisan bahasa Inggris sangat sederhana secara tepat dan berterima seperti: ucapan selamat dan pesan tertulis

Kemampuan menulis di sini diajarkan, karena untuk siswa kelas IV semester 1 memiliki kemampuan relatif menulis dalam bahasa Indonesia sebagai dasar untuk menulis kosa kata dan frase bahasa Inggris.

Selanjutnya saya perhatikan juga kurikulum yang menjadi acuan pembelajaran (Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar) bahasa Inggri Kelas 1 SD tersebut, sebagaimana tabel 2. Ya, sama dengan yang ada pada tabel 1., meliputi kompetensi mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis, karena memang kata ahli pendidikan bahasa, begitulah ruang lingkup kemampuan bebahasa. Tingkat kemampuannya? Itulah yang sedikit rancu. "Mampu mendengarkan dan memahami ragam kata lisan" (tabel 2) merupakan kemampuan yang lebih tinggi dari pada "Memahami instruksi sangat sederhana dengan tindakan dalam konteks kelas" (tabel 1). Kalau objeknya, ya jelas lebih luas tabel 1 (ruang lingkup kelas) dari pada tabel 2 (diri sendiri).

TABEL 2. STANDAR KOMPETENSI INGGRIS KELAS 1 SEMESTER GASAL

No.

Standar Kompetensi

Kompetensi dasar

1.

Mendengarkan

Mampu mendengarkan dan memahami ragam kata lisan dengan cara mendengarkan berbagai bunyi bahasa serta melakukan sesuatu sesuai perintah dalam konteks diri sendiri.


1.1. Mendengarkan dan memahami ragam kata lisan dalam konteks diri sesuai tema: diri sendiri, keluargaku, Iingkunganku dan pengalaman.

1.2. Mendengarkan dan memahami ragam kata lisan dalarn konteks diri sesuai tema: kegiatan sehari-hari, kebersihan dan kesehatan, kebutuhan, peristiwa dan melakukan sesuatu sesuai penintah.

2.

Berbicara

Mampu memperkenalkan diri, menyapa, menyatakan suka atau tidak suka dan pengalaman dalam konteks dirt sendini.


2.1. Menyatakan ungkapan perkenalan, menyapa, benda-benda dan pengalaman melalui tindak tutur.

2.2. Mengungkapkan kegiatan, benda-benda, penistiwa dan pengalaman sesuai tema.

3.

Membaca

Mampu membaca bersuara dan pemahaman kata dan kalimat pendek dalam konteks diri sendiri.


3.1. Membaca nyaring kata dan kalimat pendek dalam konteks diri sendiri sesuai tema: diri sendiri, keluargaku, lingkunganku dan pengalaman.

3.2. Membaca pemahaman kata dan kalimat pendek sesuai tema: kegiatan sehari-hari, kebersihan, kebutuhan dan peristiwa.

4.

Menulis

Mampu menulis huruf, kata, angka dan kalimat sesuai contoh dalam konteks diri sendiri.


4.1. Menulis kosa kata dan kalimat dalam konteks diri sesuai tema.

4.2. Menyalin dan melengkapi kalimat pendek sesuai tema.


Pada pertemuan pertama anak sudah belajar menulis?

Wes, wes, wesss…., kurikulum buat anak siapa, ini? Untuk anak-anak di sekolah Inggris, Amerika, dan Singapura, kali, ya.., atau untuk anak cucu Enstein dan Habibie yang pada cerdas-cerdas kali, ya…! Atau Mimipi, kali..

Wallahu A'lamu bi-al-Shawab.

Thursday, July 24, 2008

E-Pendidikan

Tampilan ini merupakan link dari sumber lain. Bagi anda yang merasa kesulitan membaca di halaman ini, bisa mengikuti link dan mendownload sumbernya sebagaimana tercantum di bawah frame ini, e-Pendidikan

Read this document on Scribd: e-Pendidikan

Sunday, July 20, 2008

TIK Untuk Pembelajaran

Tampilan ini merupakan link dari sumber lain. Bagi anda yang merasa kesulitan membaca di halaman ini, bisa mengikuti link dan mendownload sumbernya sebagaimana tercantum di bawah frame ini, TIK Untuk Pembelajaran

Read this document on Scribd: TIK Untuk Pembelajaran

Friday, July 18, 2008

Modul Online -

Pemanfaatan Internet untuk pembelajaran sebenarnya bukan hanya untuk mencari informasi, tetapi sekaligus untuk sumber belajar. Edukasi.net sebagai situs yang secara serius disiapkan untuk keperluan pembelajaran sudah cukup memadai untuk sumber belajar. Namun demikian, saya kira masih beberapa sekolah saja yang sudah siap dengan perangkat untuk memanfaatkannya.
untuk mengetahui ketersediaan bisa link ke edukasi.net.
Modul Online -

Thursday, July 17, 2008

Madrasah Mendapat Perhatian Anggota DPR

Akibat dari rendahnya kelulusan Siswa Madrasah dalam UAN, kini terlontar dari salah seorang anggota DPR tentang pentingnya Mata Pelajaran Agama dijadikan mata pelajaran yang di-UAN-kan. Buat apa? Lihat saja di dpr.go.id.
dpr.go.id

Friday, July 11, 2008

Modul Pelatihan Pemanfaatan TIK untuk Pembelajaran Tingkat Nasional

http://www.scribd.com/doc/3607548/-edukasinet

Read this document on Scribd: e-dukasi.net

Pengembangan Pendidikan: Modul Pelatihan Pemanfaatan TIK untuk Pembelajaran Tingkat Nasional

Pengembangan Pendidikan: Modul Pelatihan Pemanfaatan TIK untuk Pembelajaran Tingkat Nasional

Friday, July 4, 2008

Informasi - E-Pendidikan (E-Education) - Teknologi Pendidikan, Pendidikan dan Teknologi

Informasi - E-Pendidikan (E-Education) - Teknologi Pendidikan, Pendidikan dan Teknologi

Monday, June 16, 2008

UAS TIK SEMESTER II PROGRAM TRANSFER S1


Nama : Komarudin

Nim : 207202432


MAMPU MENGELOLA LINGKUNGAN BELAJAR BERBASIS KELAS DENGAN MENGGUNAKAN KERJA KELOMPOK UNTUK MENCAPAI TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Menguraikan kesulitan-kesulitan dalam mengunakan TIK untuk mencapai tujuan belajar yang direncanakan

Memasuki Milenium III ini tak dapat disangkal lagi bahwa teknologi telah merupakan instrumen utama dari masyarakat dalam mencapai kesejahteraan melalui penciptaan nilai tambah. Ilmu pengetahuan merupakan usaha manusia untuk memahami gejala dan fakta alam, dan melestarikan pengetahuan tersebut secara konseptional dan sistematis. Sedangkan teknologi adalah usaha manusia untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan itu untuk kepentingan dan kesejahteraan. Karena hubungan tersebut maka perkembangan ilmu pengetahuan selalu terkait dengan perkembangan teknologi, demikian pula sebaliknya. Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) memilliki tiga fungsi utama yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran, yaitu (1) teknologi berfungsi sebagai alat (tools), dalam hal ini TIK digunakan sebagai alat bantu bagi pengguna (user) atau siswa untuk membantu pembelajaran, misalnya dalam mengolah kata, mengolah angka, membuat unsur grafis, membuat database, membuat program administratif untuk siswa, guru dan staf, data kepegawaian, keuangan dan sebagainya. (2) Teknologi berfungsi sebagai ilmu pengetahuan (science). Dalam hal ini teknologi sebagai bagian dari disiplin ilmu yang harus dikuasai oleh siswa. Misalnya teknologi komputer dipelajari oleh beberapa jurusan di perguruan tinggi seperti informatika, manajemen informasi, ilmu komputer. Dalam pembelajaran di sekolah sesuai kurikulum 2006 terdapat mata pelajaran TIK sebagai ilmu pengetahuan yang harus dikuasai siswa semua kompetensinya. (3) Teknologi berfungsi sebagai bahan dan alat bantu untuk pembelajaran (literacy). Dalam hal ini teknologi dimaknai sebagai bahan pembelajaran sekaligus sebagai alat bantu untuk menguasai sebuah kompetensi berbantuan komputer.

Dalam hal ini komputer telah diprogram sedemikian rupa sehingga siswa dibimbing untuk bisa menjalankannya.

(http://www.projectcepi.blogspot.com)

Perkembangan teknologi informasi beberapa tahun belakangan ini berkembang dengan kecepatan yang sangat tinggi, salah satu bidang yang mendapatkan dampak yang cukup berarti dengan perkembangan teknologi ini adalah bidang pendidikan, dimana pada dasarnya pendidikan merupakan suatu proses komunikasi dan informasi dari pendidik kepada peserta didik yang berisi informasi-informasi pendidikan, yang memiliki unsur-unsur pendidik sebagai sumber informasi, media sebagai sarana penyajian ide, gagasan dan materi pendidikan serta peserta didik itu sendiri (Oetomo dan Priyogutomo, 2004), beberapa bagian unsur ini mendapatkan sentuhan media teknologi informasi, sehingga mencetuskan lahirnya ide tentang e-learning (Utomo, 2001).

e-Learning berarti pembelajaran dengan menggunakan jasa bantuan perangkat elektronika, khususnya perangkat komputer (Soekartawi, 2003). Karena itu e-learning sering disebut juga dengan on-line course. Dalam berbagai literature e-learning tidak dapat dilepaskan dari jaringan Internet, karena media ini yang dijadikan sarana untuk penyajian ide dan gagasan pembelajaran.

Namun dalam perkembangannya masih dijumpai kendala dan hambatan untuk mengaplikasikan sistem e-learning ini, antara lain : (a) Masih kurangnya kemampuan menggunakan Internet sebagai sumber pembelajaran; (b) Biaya yang diperlukan masih relativ mahal untuk tahap-tahap awal; (c) Belum memadainya perhatian dari berbagai pihak terhadap pembelajaran melalui Internet dan (d) Belum memadainya infrastruktur pendukung untuk daerah-daerah tertentu (Soekartawi, 2003).

Selain kendala dan hambatan tersebut di atas, kelemahan lain yang dimiliki oleh sistem e-learning ini yaitu hilangnya nuansa pendidikan yang terjadi antara pendidik dengan peserta didik, karena yang menjadi unsur utama dalam e-learning adalah pembelajaran.

Maka dengan melihat kelemahan dan kekurangan tersebut, para ahli berusaha menjawab fenomena ini dengan mengembangkan sistem e-education. Sistem ini telah didiskusikan secara aktif pada beberapa dekade terakhir ini. Pengembangan sistem e-education ini telah memberi inspirasi untuk mengembangkan e-media secara optimal guna percepatan pemerataan layanan pendidikan kepada masyarakat (Oetomo dan Priyogutomo, 2004). Dimana selain masyarakat memperoleh pendidikan melalui pendidikan formal, juga didukung oleh pendidikan melalui e-media, sebagai wujud dari pendidikan yang mandiri.

2. Memahami perbedaan siswa berdasarkan kompetensi menggunakan TIK

Semua hal itu tidak akan terjadi dengan sendirinya karena setiap siswa memiliki kondisi yang berbeda antara satu dengan lainnya. Siswa memerlukan bimbingan baik dari guru maupun dari orang tuanya dalam melakukan proses pembelajaran dengan dukungan TIK. Dalam kaitan ini guru memegang peran yang amat penting dan harus menguasai seluk beluk TIK dan yang lebih penting lagi adalah kemampuan memfasilitasi pembelajaran anak secara efektif. Peran guru sebagai pemberi informasi harus bergeser menjadi manajer pembelajaran dengan sejumlah peran-peran tertentu, karena guru bukan satu-satunya sumber informasi melainkan hanya salah satu sumber informasi. Dalam bukunya yang berjudul “Reinventing Education”, Louis V. Gerstmer, Jr. dkk (1995), menyatakan bahwa di masa-masa mendatang peran-peran guru mengalami perluasan yaitu guru sebagai: pelatih (coaches), konselor, manajer pembelajaran, partisipan, pemimpin, pembelajar, dan pengarang. Sebagai pelatih (coaches), guru harus memberikan peluang yang sebesar-besarnya bagi siswa untuk mengembangkan cara-cara pembelajarannya sendiri sesuai dengan kondisi masing-masing. Guru hanya memberikan prinsip-prinsip dasarnya saja dan tidak memberikan satu cara yang mutlak. Hal ini merupakan analogi dalam bidang olah raga, di mana pelatih hanya memberikan petunjuk dasar-dasar permainan, sementara dalam permainan itu sendiri para pemain akan mengembangkan kiat-kiatnya sesuai dengan kemampuan dan kondisi yang ada. Sebagai konselor, guru harus mampu menciptakan satu situasi interaksi belajar-mengajar, di mana siswa melakukan perilaku pembelajaran dalam suasana psikologis yang kondusif dan tidak ada jarak yang kaku dengan guru. Disamping itu, guru diharapkan mampu memahami kondisi setiap siswa dan membantunya ke arah perkembangan optimal. Sebagai manajer pembelajaran, guru memiliki kemandirian dan otonomi yang seluas-luasnya dalam mengelola keseluruhan kegiatan belajar-mengajar dengan mendinamiskan seluruh sumber-sumber penunjang pembelajaran. Sebagai partisipan, guru tidak hanya berperilaku mengajar akan tetapi juga berperilaku belajar dari interaksinya dengan siswa. Hal ini mengandung makna bahwa guru bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi anak, akan tetapi ia sebagai fasilitator pembelajaran siswa. Sebagai pemimpin, diharapkan guru mampu menjadi seseorang yang mampu menggerakkan orang lain untuk mewujudkan perilaku menuju tujuan bersama. Disamping sebagai pengajar, guru harus mendapat kesempatan untuk mewujudkan dirinya sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam berbagai kegiatan lain di luiar mengajar. Sebagai pembelajar, guru harus secara terus menerus belajar dalam rangka menyegarkan kompetensinya serta meningkatkan kualitas profesionalnya. Sebagai pengarang, guru harus selalu kreatif dan inovatif menghasilkan berbagai karya yang akan digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas profesionalnya. Guru yang mandiri bukan sebagai tukang atau teknisi yang harus mengikuti satu buku petunjuk yang baku, melainkan sebagai tenaga yang kreatif yang mampu menghasilkan berbagai karya inovatif dalam bidangnya. Hal itu harus didukung oleh daya abstraksi dan komitmen yang tinggi sebagai basis kualitas profesionaliemenya (Prof. Dr. H. Mohamad Surya, Makalah dalam Seminar ”Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Pendidikan Jarak Jauh dalam Rangka Peningkatan Mutu Pembelajaran”, diselenggarakan oleh Pustekkom Depdiknas, tanggal 12 Desember 2006 di Jakarta).

3. Menggunakan strategi untuk mengelola berbagai perbedaan tersebut dalam pelaksanaan pembelajaran

Strategi mengajar menurut Muhibbin Syah (2002), didefiniskan sebagai sejumlah langkah yang direkayasa sedemikian rupa untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu. Strategi mengajar ini mencakup beberapa tahapan, seperti :

  1. Strategi perumusan sasaran proses belajar mengajar (PBM), yang berkaitan dengan strategi yang akan digunakan oleh pengajar dalam menentukan pola ajar untuk mencapai sasaran PBM.

  2. Strategi perencanaan proses belajar mengajar, berkaitan dengan langlah-langkah

pelaksanaan mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Dalam tahap ini termasuk perencanaan tentang media ajar yang akan digunakan.

  1. Strategi pelaksanaan proses belajar mengajar, berhubungan dengan pendekatan sistem pengajaran yang benar-benar sesuai dengan pokok bahasan materi ajar.

Dalam pelaksanaannya, teknik penggunaan dan pemanfaatan media turut memberikan andil yang besar dalam menarik perhatian mahasiswa dalam PBM, karena pada dasarnya media mempunyai dua fungsi utama, yaitu media sebagai alat bantu dan media sebagai sumber belajar bagi mahasiswa Umar Hamalik (1986) mengelompokkan media ini berdasarkan jenisnya ke dalam beberapa jenis :

  1. Media auditif, yaitu media yang hanya mengandalkan kemampuan suara saja, seperti tape recorder.

  2. Media visual, yaitu media yang hanya mengandalkan indra penglihatan dalam wujud visual.

  3. Media audiovisual, yaitu media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik, dan media ini dibagi ke dalam dua jenis :

    1. Audiovisual diam, yang menampilkan suara dan visual dan slide.

    2. Audiovisual gerak, yaitu media yang dapat menampilkan yang bergerak, seperti film, video cassete dan VCD.

Sementara itu, selain media-media tersebut di atas, di lembaga pendidikan kehadiran perangkat komputer merupakan suatu hal yang harus dikondisikan dan disosialisasikan untuk menjawab tantangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di sisi lain sangat banyak pengguna jasa dibidang komputer yang mengharapkan dapat membantu mereka baik sebagai tutor, tutee maupun tools yang belum mampu dipenuhi oleh tenaga yang profesional dibidangnya yang dihasilkan melalui lembaga pendidikan yang ada. Hal ini juga dikeluhkan oleh para pengajar terhadap kemampuan untuk memahami, mengimplementasikan, serta mengaplikasikan pengajaran sejalan dengan tuntutan kurikulum karena keterbatas informasi dan pelatihan yang mereka peroleh.

Komputer mempunyai peranan yang sangat penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang mencakup tutor, tutee dan tools dalam implementasi dan aplikasi bidang ilmu lain maupun dalam pengembangan IPTEK itu sendiri. Hal ini dipertegas oleh BJ Habibie bahwa dewasa ini tidak ada satu disiplin ilmu pengetahuan yang tidak menggunakan cara berfikir analitis, matematis, dan numerik (Baisoetii, 1998). Kenyataan ini menunjukan bahwa peran komputer akan menjadi keharusan yang tidak bisa ditawar, terutama dalam penataan kemampuan berfikir, bernalar dan pengambilan keputusan dalam era persaingan yang sangat kompetitif.

Salah satu kompetensi proses belajar mengajar bagi seorang pengajar adalah keterampilan mengajak dan membangkitkan siswa berpikir kritis. Kemampuan itu didukung oleh kemampuan pengajar dalam menggunakan media ajar. Peranan pengajar sebagai motivator penting artinya dalam rangka meningkatkan kegairahan dalam pengembangan kegiatan belajar siswa, pengajar harus dapat merangsang dan memberikan dorongan untuk memunculkan potensi siswa menumbuhkan aktivitas dan kereativitas sehingga terjadi dinamika di dalam proses belajar mengajar (Slameto,1988)

Maka strategi yang biasa digunakan yaitu dengan menggunakan media dan yang paling favorit serta yang menjadi harapan dan disukai oleh peserta didik dalam usahanya untuk mengembangan wawasan dan pengetahuannya antara lain : kaset (program pengajaran), CD MP3, VCD dan Internet (Oetoma dan Priyogutomo, 2004)

Dengan melakukan survey kepada peserta didik akan dapat diketahui media yang tepat

digunakan untuk meningkatkan kualitas proses balajar mengajar, baik yang berlangsung di kelas, maupun dirumah masing-masing peserta didik.



REFERENSI

Baisoetii. (1998). Komputer dan Pendidikan. Yogyakarta.

Hamalik, Oemar (1986). Media Pendidikan.Bandung : Penerbit Alumni

Horton, William. 2000. Designing Web Based Training, John Wiley & Son Inc. USA.

Oetomo, B.S.D dan Priyogutomo, Jarot. 2004. Kajian Terhadap Model e-Media da

Pembangunan Sistem e-Education, Makalah Seminar Nasional Informatika 2004

Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta pada 21 Februari 2004.

Slameto (1988) Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi, Rineka, Cipta, Jakarta

Soekartawi, 2003, e-Learning di Indonesia dan Prospeknya di Masa Mendatang, Makalah Seminar Nasional ‘e-Learning perlu e-Library’ di Universitas Petra Surabaya pada 3 Februari 2004

Syah, Muhibbin. (2002). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung : Rosda karya



Komentar

Thanks, Komarudin. Your paper is good.

Sedikit kurang fokus saja.






Nama :Iin Resmina

Nim :207 202 424

Jurusan :PAI SI Transper

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) saat ini telah berkembang sangat pesat dan berpengaruh sangat signifikan terhadap pribadi maupun komunitas, segala aktivitas, kehidupan, cara kerja, metoda belajar, gaya hidup maupun cara berpikir. Dalam bidang pendidikan misalnya, saat ini telah mencapai kondisi dimana setiap guru harus memiliki kemampuan untuk memanfaatkan TIK baik untuk mendukung proses pembelajaran maupun dalam kehidupan sehari-hari. Pemanfaatan kemajuan TIK dalam dunia pendidikan adalah pilihan yang tepat untuk upaya peningkatan mutu pendidikan. Satu hal yang bisa dilakukan adalah membentuk jalinan kerjasama antar sekolah dalam sebuah komunitas belajar global. Lewat cara ini setiap sekolah dapat memperoleh pengalaman dalam penyelenggaraan pembelajaran. Menurut UNESCO, hubungan kerjasama global ini merupakan salah satu komponen dari empat pilar pendidikan sekarang dan masa depan, yaitu learning to live together (belajar untuk menjalani kehidupan bersama). Dalam rangka merealisasikan learning to live together, guru dapat berfungsi sebagai fasilitator untuk pengembangan diri siswa secara maksimal. Kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima (take and give), perlu ditumbuhkembangkan. Kondisi seperti ini memungkinkan terjadinya proses learning to live together seperti yang dimaksud di depan. Penerapan pilar keempat ini dirasakan makin penting dalam era globalisasi/era persaingan global. Perlu pemupukkan sikap saling pengertian antar ras, suku, dan agama agar tidak menimbulkan berbagai pertentangan yang bersumber pada hal-hal tersebut. Implementasi dari hubungan antar komunitas global menuntut kesiapan infrastruktur komunikasi semacam jaringan internet dan sumber daya manusia yang tidak “golput” (golongan yang luput teknologi). Artinya, setiap guru dan lembaga pendidikan saat ini harus sudah mengintegrasikan segala aktivitasnya dalam dunia teknologi informasi. Setiap guru sudah harus trampil berkomunikasi secara global dan segala administrasi pendidikan sudah harus memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Tulisan ini akan memaparkan bagaimana langkah-langkah yang telah dan akan dilakukan oleh sekolah untuk merealisasikan sekolah berbasis TIK dengan segala keterbatasan sarana, infrastruktur dan sumber daya manusia. Upaya-upaya yang dilakukan ini adalah sejalan dengan tuntutan pendidikan sekarang dan masa depan harus diarahkan pada peningkatan kualitas kemampuan intelektual dan profesional serta sikap, kepribadian dan moral. Dengan kemampuan dan sikap manusia Indonesia yang demikian diharapkan dapat mendudukkan diri secara bermartabat di masyarakat dunia di era globalisasi ini.

MAMPU MEMBIMBING SISWA UNTUK MENEMUKAN, MEMBANDINGKAN DAN MENGANALISIS INFORMASI DARI INTERNET

Teknologi informasi dan komunikasi akan mempercepat borderless world (dunia tanpa batas)*. Kemajuan-kemajuan dalam teknologi dan informasi akan mendorong ketanpabatasan dalam 4 I ( informasi, industri, investasi & individual customers ). Akan terjadi tarikmenarik dalam 4 I ini antara kepentingan nasional dan kepentingan pihak-pihak lain dalam dunia global.

Pemerintah Indonesia benar-benar menyadari pentingnya teknologi informasi dan komunikasi untuk menjaga kepentingan nasional dan masyarakat Indonesia dalam tarik menarik 4 I dalam dunia yang terglobalkan. Setidaknya ada tiga inisiatif pemerintah yang layak dicatat. Pertama, masuknya Ditjen Postel ke dalam Departemen Komunikasi dan Informasi. Kedua, pembentukan DeTIKnas (Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional) yang diketuai oleh Presiden SBY langsung. Ketiga, diresmikannya program Jardiknas (Jaringan Pendidikan Nasional) oleh Presiden SBY 14 Maret lalu di Bali.

Program Jardiknas bercita-cita membangun akses dan pemanfaatan maksimal teknologi informasi dan komunikasi di dunia pendidikan Indonesia. Pemerataan akses teknologi informasi menjadi prioritas pertama. Inisiatif jardiknas ingin memeratakan akses teknologi informasi dan komunikasi ke ratusan ribu (sekitar 300 ribu) titik sekolah di Indonesia, baik SD, SMP, SMU, SMK maupun perguruan tinggi. Dalam memeratakan akses ini Jardiknas tidak terpaku pada satu teknologi tertentu, mengingat keberagaman teknologi telekomunikasi yang ada dan geografis di Indonesia yang rumit. Jardiknas mengelaborasi berbagai macam teknologi, baik yang berbasis kabel (seperti xDSL) maupun nir kabel (seperti satelit dan WiMAX).

Dalam pemerataan akses teknologi informasi ini, penyediaan devais juga menjadi masalah. Setidaknya dibutuhkan segera setidaknya 100 ribu unit komputer untuk didistribusikan pada sekolah-sekolah yang “miskin” komputer, bahkan yang belum memiliki komputer sama sekali. Bila pada satu dekade yang lalu Singapura telah mencanangkan rasio komputer dengan siswa adalah satu berbanding dua, maka dengan inisiatif ini dunia pendidikan Indonesia mungkin akan mencapai rasio komputer dengan siswa satu berbanding empat belas dalam beberapa tahun ke depan. Mungkin Indonesia akan menjadi negeri pertama yang menggunakan komputer US$ 100 dengan aplikasi terbatas untuk mengejar rasio komputer dengan siswa ini.

Akses teknologi informasi dan komunikasi akan menjadi sia-sia tanpa pemanfaatan yang maksimal dari teknologi akses yang telah disediakan. Untuk pemanfaatan akses ini setidaknya perlu dua hal. Pertama, adalah konten yang menarik dan dibutuhkan oleh dunia pendidikan. Misalnya, bahan-bahan yang bisa dipelajari dalam rangka menyiapkan Ujian Negara. Contoh lain adalah, bahan-bahan standar uji kompetensi baik untuk guru maupun siswa. Juga, misalnya, bahan mobile self learning untuk bahasa Inggris. Kedua, dan mungkin ini yang lebih penting, adalah kesadaran (awareness) dari komunitas pendidikan , yaitu siswa dan guru, akan pentingnya memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, -khususnya jardiknas-, dalam mendukung kegiatan pendidikan dan kegiatan kreatif lain.Bila hal kedua ini muncul, maka dengan menerapkan konsep sharing knowledge melalui media blogging , milis, ensiklopedi bersama seperti wikipedia, konten juga bisa dibangun bersama-sama dan dinikmati bersama-sama dalam suatu upaya yang voluntary dan menyenangkan. Kita bisa melihat kasus NTT DoCoMo i-mode yang sukses malahan karena partisipasi publik yang menciptakan lebih dari 100 ribu situs i-mode ilegal (tidak resmi).

Acara ” Sosialisasi dan Survey Jardiknas (Jaringan Pendidikan Nasional) Untuk 16.000 Siswa SMU/K se-kota Bandung yang diselenggarakan di Sasana Budaya Ganesa ITB pada tanggal 2 sd 5 April 2007 bertujuan meningkatkan awareness (kesadaran) masyarakat pendidikan Jawa Barat, dan pada khususnya Bandung , akan pentingnya teknologi informasi dan komunikasi serta khususnya pentingnya Jardiknas dalam pendidikan. Dan melalui peningkatan awareness ini, diharapkan dunia pendidikan di Jawa Barat, dan pada khususnya Bandung , akan dapat mendorong tumbuhnya traffic maupun pemanfaatan Jardiknas. Selain itu, dalam acara ini akan dilakukan survey jardiknas dan perilaku siswa/i terhadap teknologi informasi dan komunikasi. Hasil survey ini amat diperlukan untuk mengetahui technography siswa, tingkat kesadaran teknologi informasi, tingkat pengenalan terhadap jardiknas . Ketiga hal ini pada gilirannya akan diperlukan untuk merancang program jardiknas ke depan yang lebih match (sesuai) dengan kondisi di lapangan.

Acara ini diselenggarakan oleh kerjasama Program Jardiknas (Depdiknas Pusat), Disdik Jabar, diorganized oleh IZI consulting, - sebuah lembaga konsultasi pendidikan yang berkedudukan di Jl. Ambon 19 Bandung, dan disupport sepenuhnya oleh PT. Telkom Tbk. PT. Telkom Tbk mendukung sepenuhnya acara ini karena ini sesuai dengan kebijakan CSR (Corporate Social Responsibility) Telkom yang memprioritaskan dukungan pada bidang pendidikan.

Dalam acara ini, PT Telkom akan menyerahkan secara simbolis bantuan 100 (seratus) buah PC (personal computer) baru ke sekolah-sekolah di Jawa Barat yang belum memiliki komputer. Pemrioritasan untuk sekolah yang belum memiliki komputer adalah dalam rangka mewujudkan visi pemerataan dan mengurangi gap antara yang mampu dan yang tidak mampu, dan merupakan perwujudan dari pemerataan kesempatan untuk maju dan pemerataan kesempatan untuk mengakses informasi bagi seluruh siswa/i di Jawa Barat. Dari sisi kepentingan dunia telekomunikasi nasional, diharapkan hal ini juga akan mengurangi digital divide (kesenjangan digital) antara sekolah-sekolah yang tertinggal dengan sekolah-sekolah yang telah maju. Penyerahan akan dilakukan langsung oleh SM Divisi Enterprise Service PT Telkom, Ibu Nurul Hermina kepada Kasubdis DIKMENTI Bpk. Drs.H. Syarief Hidayat, M.Pd.

Dalam acara ini IZI consulting akan menampilkan pakar-pakar teknologi informasi dan komunikasi nasional dari Jardiknas maupun ITB untuk memberikan pencerahan kepada siswa/i SMU/K di Bandung dalam bentuk talkshow edutainment. Beberapa pakar yang akan hadir adalah Budi Rahardjo , Ph. D (Pakar Teknologi Informasi ITB ), DR. Ir. Dimitri Mahayana, M. Eng ( Dosen Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB, Chairman Lembaga Riset SHARING VISION), , Ir. Khairul Ummah, MT ( Dosen Jurusan Teknik Penerbangan ITB, penulis buku best seller SEPIA), Ir. Agus Ngermanto ( Alumnus Jurusan Teknik Elektro ITB, penulis buku best seller QUANTUM QUOTIENT)), dan dipandu oleh Akay – penyiar radio 99ers

Melalui acara ini seluruh penyelenggara mengharapkan beberapa hal berikut :

Munculnya kesadaran kolektif (collective awareness) masyarakat pendidikan Bandung dan Jawa Barat mengenai pentingnya teknologi informasi dan komunikasi, khususnya jardiknas, dalam dunia pendidikan. Kesadaran kolektif ini diharapkan dapat memunculkan energi kolektif untuk mengakselerasi pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, khususnya jardiknas, dalam meningkatkan proses pendidikan.

Menciptakan model kerjasama yang baik dari berbagai elemen masyarakat, khususnya ABG (Academician, Business & Government) – akademisi, bisnis dan pemerintah- dalam bersama-sama, bahu membahu membangun pendidikan nasional. Dalam contoh kasus event ini, A (Academician) diwakili oleh IZI Consulting, B (Business) diwakili oleh PT Telkom Tbk dan G(Government) diwakili oleh Jardiknas dan Disdik Jabar.

Meningkatnya keunggulan kompetitif Indonesia dan Jabar pada khususnya melalui karena kualitas manusia mengalami peningkatan akibat dukungan akses informasi yang baik di dunia pendidikan.


Komentar:

Tulisan ini cukup bagus. Namun demikian saya hawatir, bila penulis telah banyak mengutip tulisan orang lain tetapi tidak disebutkan sumbernya.

Thanks
Asep Nursobah

ASEP MUHAMAD TAUFIK

207 202 406

PAI TRANSFER S1/ II


PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN

KETERAMPILAN BERBAHASA DENGAN PROGRAM

MICROSOFT POWERPOINT (2000)


Pengembangan materi pembelajaran khususnya mendengarkan dan membaca dapat dikembangkan secara mudah dengan program ini. Materi pembelajaran bahasa yang dihasilkan oleh program aplikasi ini pun cukup menarik, khususnya materi pembelajaran yang berupa permainan.

1. Membaca

Fasilitas menampilkan teks dalam program aplikasi ini memungkinkan pembuatan materi pembelajaran ketrampilan membaca dengan mudah. Pembuat program bisa memasukan teks dalam slide pertama, kemudian memasukan latihan dlam slide kedua dan umpan balik latihan dalam slide berikutnya. Untuk memperindah tampilan teks-teks bacaan juga bisa dilengkapi dengan berbagai gambar. Apabila pembuat ingin memberikan materi pembelajaran yang lebih otentik maka bisa diberikan satu alamat situs web. Pembelajar akan membaca teks di situs itu kemudian kembali ke program dan mengerjakan latihan yang ada dan kemudian melihat slide umpan balik.

2. Mendengarkan

Dengan adanya fasilitas memasukkan suara dan video maka pembelajaran ketrampilan mendengarkan mempunyai lebih banyak pilihan variasi. Pemrogram bisa membuat bahan pembelajaran dengan video ataupun audio. Seperti halnya pada membaca materi pembelajaran, latihan-latihan dan umpan balik dapat diberikan di slide-slide yang berbeda. Fasilitas hyperlink yang memungkinkan program dihubungkan dengan jaringan internet akan memperkaya penyediaan bahan pembelajaran.


3. Menulis dan Berbicara

Keterbatasan program aplikasi ini adalah pada umpan balik yang berupa tulisan. Program ini tidak mempunyai fasilitas yang memungkinkan pembelajar memberikan umpan balik dalam bentuk tulisan atau suara. Namun demikian keterbatasan program dalam menyediakan fasilitas untuk umpan balik suara ini bisa diatasi dengan strategi pembelajaran gabungan, yaitu menggabungkan pembelajaran mandiri dan berpasangan. Sesudah menjalankan program komputer pembelajar diberi tugas untuk berinteraksi dengan pembelajar yang lain.

Sedangkan untuk mengatasi keterbatasan dalam memberika umpan balik berupa tulisan dapat diatasi dengan mempergunakan fasilitas hyperlink. Pada waktu ada tugas menulis pembelajar dihubungan dengan program yang mempunyai fasilitas menulis seperti Microsoft Word misalnya.


  1. Membuat Permainan

Fasilitas-fasilitas yang ada diatas juga sangat mendukung pengembangan bahan pembelajaran yang berupa permainan. Permainan yang ketrampilan yang menyerupai hangman atau mine sweep dapat dikembangkan dengan program aplikasi ini demikian pula permainan yang mengandalkan kecepatan.

Tiap-tiap permainan yang dibuat tentu saja harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran. Permainan penyapu ranjau (mine sweep) misalnya dapat dipakai untuk memfasilitasi pembelajaran kosa kata, sistem verba bahasa Indonesia atau pembelajaran kata depan.


Dapat disimpulkan, Microsoft Powerpoint ini banyak sekali keunggulannya sehingga memudahkan kita sebagai guru untuk menggunakannya dalam lingkungan belajar siswa. Namun, selain keunggulan yang telah dikemukakan di atas program aplikasi ini mempunyai beberapa keterbatasan. Keterbatasan utamanya ialah pembelajar tidak bisa berinteraksi langsung untuk menuliskan komentar ataupun menjawab pertanyaan yang ada. Fasilitas yang ada hanya memfasilitasi tanggapan dalam bentuk pilihan.

Akan tetapi, dengan keterbatasan ini program ini tetap menawarkan fasilitas yang cukup untuk membuat sebuah program pembelajaran bahasa dengan mudah dengan hasil yang menarik.





Saturday, June 14, 2008

Kerangka Dasar Pemanfaatan TIK dalam Pembelajaran di SD/MI

Read this document on Scribd: KERANGKA DASAR PEMANFAATAN TIK DI SD-MI

Perkembangan Psikososial dan Psikoseksual untuk Landasan Kurikulum

Read this document on Scribd: Landasan Psikologis

Thursday, May 29, 2008

PENTINGNYA GURU YANG KOMPETEN DALAM MEMANFAATKAN TIK DALAM PEMBELAJARAN

PENTINGNYA GURU YANG KOMPETEN DALAM TIK PEMBELAJARAN

Kalangan ekonom berpikir tentang peningkatan produktivitas dari tiga fakor: 1) penguatan modal –capital deepening-- (menggunakan peralatan yang lebih produktif daripada versi sebelumnya), 2) tenaga kerja yang lebih berkualitas, dan 3) inovasi teknologi. Sejalan dengan itu, dunia pendidikan yang diharapkan dapat membantu pengembangan ekonomi juga menggunakan tiga pendekatan, yaitu:

1. Pendekatan melek teknologi (technology literacy approach), yaitu dengan memasukan keterampilan teknologi ke dalam kurikulum.

2. Pendekatan penguatan pengetahuan (knowledge deepening approacah), dalam rangka meningkatkan kemampuan tenaga kerja dalam memanfaatkan pengetahuan untuk memecahkan masalah-masalah nyata dan kompleks, sehingga dapat memberikan nilai tambah terhadap output ekonomi.

3. Pendekatan penciptaan pengetahuan (knowledge creation approach), yaitu pendekatan untuk meningkatkan kemampuan tenaga kerja untuk berinovasi dan menghasilkan pengetahuan baru.

(http://portal.unesco.org/ci/en/ev.php-URL_ID=22997&URL_DO=DO_TOPIC&URL_SECTION=201.html)

Berdasarkan ketiga pendekatan tersebut kalangan ahli pendidikan menganggap bahwa guru juga, di antaranya dituntut untuk kompeten dalam TIK yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

Kompetensi TIK umum yang perlu dikuasai guru, mencakup:

1. Mampu menentukan mengapa, kapan, di mana, dan bagaimana alat-alat TIK dapat dimanfaatkan untuk mendorong siswa belajar, yaitu:

1.1. Memilih alat-alat TIK dan strategi pembelajaran yang tersedia untuk mata pelajaran tertentu

1.2. Memahami alasan memilih alat-alat TIK dan Strategi tertentu

1.3. Mendorong TIK yang dihasilkan oleh siswa

1.4. Merencanakan urutan pembelajaran, dan menentukan kapan dan bagaimana TIK dapat secara efektif digunakan.

2. Mampu mengelola lingkungan belajar berbasis kelas dengan mengggunakan kerja kelompok untuk mencpai tujuan pembelajaran, yaitu:

2.1. Menguraikan kesulitan-kesulitan dalam menggunakan TIK untuk mencapai tujuan belajar yang direncanakan;

2.2. Memahami perbedaan siswa berdasarkan kompetensi menggunakan TIK

2.3. Menggunakan strategi untuk mengelola berbagai perbedaan siswa dalam pelaksanaan pembelajaran;

3. Mampu menentukan kondisi yang tepat untuk menggunakan presentasi multimedia untuk satu kelas atau kelompok, yaitu:

3.1. Memvariasikan jenis materi presentasi atau pelajaran berdasarkan tujuan umum dan metode pembelajaran;

3.2. Menganalisis ketepatan presentasi, struktur, kesesuaian dengan tujuan, dan ketepatan bagi siswa.

4. Mampu menganalisis software multimedia pendidikan untuk materi pelajaran tertentu, yaitu:

4.1. Mengevaluasi bahan ajar dalam CD-ROMs, web sites, video dan audio.

4.2. Menilai aktivitas siswa dan manfaatnya bagi pencapaian tujuan pembelajaran.

4.3. Menganalisis manfaat khusus dari alat-alat TIK bagi setiap siswa dalam belajar.

5. Mampu membimbing siswa untuk menemukan, membandingkan, dan menganalisis informasi dari internet, dan dari sumber-sumber tertentu yang berkaitan dengan mata pelajaran, yaitu:

5.1. Membimbing siswa untuk melakukan pencarian informasi sederhana

5.2. Membimbing siswa untuk mengolah, mengkritik, mensintesis dan menyajikan informasi dengan menggunakan alat-alat TIK.

6. Mampu memilih dan menggunakan alat-alat yang tepat untuk berkomunikasi dengan rekan sejawat atau dengan siswa, sesuai dengan tujuan yang ditetapkan oleh guru. Kemampuan tersebut meliputi:

6.1. Menilai alat-alat komunikasi untuk digunakan dalam situasi pembelajaran kolaboratif.

7. Mampu menggunakan TIK dengan lebih efisien, memilih pelatihan dan berpartisipasi dalam usaha-usaha pengembangan kemampuan profesional, yaitu:

7.1. Berpartisipasi dan aktif dalam kelompok yang bekerja dengan menggunakan TIK;

7.2. Menggunakan alat-alat TIK (forum, konferensi, bulletin boards, email) untuk berkolaborasi dalam peningkatan pembelajaran dan dalam mengelola proses belajar.

(http://unesdoc.unesco.org/images/0012/001295/129538e.pdf, hal. 49-51)

Wednesday, May 21, 2008

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) SMP dan SMA

Meski secara nasional telah ditetapkan sebagai standar minimal bagi setiap sekolah di Indonesia, namun SK dan KD PAI belum layak untuk dijadikan standar. Hal tersebut bila kita cermati, nampak pada standar kompetensi, dan kompetensi dasarnya. Pertama, standar kompetensinya tidak memiliki kriteria yang jelas. Kedua, kompetensi dasar a) tidak secara konsisten menggambarkan kemampuan-kemampuan dasar untuk mencapai standar kompetensi, b) tidak menggambarkan kemampuan yang komprehensif pada satu tingkat tertentu.